Skripsi Tidak Wajib Lagi

Kategori Berita

Iklan Semua Halaman

Skripsi Tidak Wajib Lagi

Senin, 04 September 2023

INDRAGIRI.com, NASIONAL - Dalam dunia pendidikan tinggi Indonesia, debat mengenai kewajiban menulis skripsi sebagai syarat kelulusan S-1 telah menjadi topik yang hangat diperbincangkan. Hal ini mencuat ketika Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim meluncurkan kebijakan untuk transformasi di bidang pendidikan yang tertuang dalam Peraturan Mendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Namun, apakah kita benar-benar memahami esensi dari pernyataan "Skripsi Tidak Wajib Lagi"?

Dalam episode terbaru program ScholarTable di kanal YouTube AcademicsTV, Prof. Abdorrakhman Gintings, M.Si, M.Ed., Ph.D., seorang guru besar dari salah satu perguruan tinggi di Bandung, memberikan pandangan berharga mengenai isu ini.


Pertama-tama, perlu dicatat bahwa kata kunci dalam pernyataan tersebut adalah "tidak wajib." Ini tidak berarti penulisan skripsi sebagai syarat kelulusan S-1 dihapus sama sekali. Sebaliknya, mahasiswa diberikan alternatif: mereka dapat memilih untuk tidak menulis skripsi dan menggantinya dengan project work atau bentuk penilaian lain yang sesuai.


Prof. Abdorrakhman Gintings menjelaskan bahwa kebijakan untuk tidak mewajibkan penulisan skripsi bagi mahasiswa S-1 sebenarnya telah ada sejak tahun 1979-1980. Perubahan ini terkait dengan transformasi sistem pendidikan sarjana dari sarjana muda dan sarjana tiga tahun tambah dua tahun menjadi sistem strata-1, strata-2, dan strata-3. Hingga saat ini, kebijakan ini masih berlaku.


Konsep "kurikulum merdeka" dan "kampus merdeka" merupakan bagian dari gagasan ini. Mahasiswa seharusnya memiliki kebebasan sejati dalam menentukan arah pendidikan mereka. Dalam konteks ini, mereka yang memiliki kemampuan dan minat dalam menulis dapat tetap memilih untuk menulis skripsi, sementara mereka yang tidak memiliki kemampuan yang sama diberikan opsi untuk menggantinya dengan project work atau penilaian lain yang sesuai.


Prof. Gintings menyoroti pentingnya mengakui keberagaman di kalangan mahasiswa. Setiap mahasiswa memiliki latar belakang, minat, dan kemampuan yang berbeda. Oleh karena itu, tidak bijaksana untuk menyamakan semua mahasiswa dan memaksa mereka untuk menulis skripsi. Pendekatan yang lebih bijak adalah memberikan mereka kebebasan untuk memilih sesuai dengan kemampuan dan minat mereka.


Tidak dapat disangkal bahwa kemampuan menulis akademis di Indonesia masih memiliki banyak tantangan. Banyak akademisi, bahkan yang memiliki gelar tinggi, menghadapi kesulitan dalam menulis. Dalam konteks ini, Prof. Gintings menanyakan mengapa mahasiswa harus dipaksa untuk menulis skripsi jika bahkan sebagian besar dosen mengalami kesulitan serupa?


Kesimpulannya, pernyataan "Skripsi Tidak Wajib Lagi" perlu dipahami sebagai upaya untuk memberikan kebebasan kepada mahasiswa dalam mengejar pendidikan tinggi mereka. Ini adalah langkah menuju pendekatan pendidikan yang lebih inklusif dan adaptif terhadap keberagaman kemampuan dan minat mahasiswa. Dalam dunia yang terus berubah, fleksibilitas ini mungkin akan menjadi kunci untuk mencetak lulusan yang lebih siap menghadapi tantangan dunia nyata.


Untuk lebih lengkapnya, silahkan klik tautan video podcastnya berikut ini:

Klip 1

Klip 2

Klip 3