Dalam episode terbaru program ScholarTable
di kanal YouTube AcademicsTV, Prof. Abdorrakhman Gintings, M.Si, M.Ed., Ph.D.,
seorang guru besar dari salah satu perguruan tinggi di Bandung, memberikan
pandangan berharga mengenai isu ini.
Pertama-tama, perlu
dicatat bahwa kata kunci dalam pernyataan tersebut adalah "tidak
wajib." Ini tidak berarti penulisan skripsi sebagai syarat kelulusan S-1
dihapus sama sekali. Sebaliknya, mahasiswa diberikan alternatif: mereka dapat
memilih untuk tidak menulis skripsi dan menggantinya dengan project work atau
bentuk penilaian lain yang sesuai.
Prof. Abdorrakhman
Gintings menjelaskan bahwa kebijakan untuk tidak mewajibkan penulisan skripsi
bagi mahasiswa S-1 sebenarnya telah ada sejak tahun 1979-1980. Perubahan ini
terkait dengan transformasi sistem pendidikan sarjana dari sarjana muda dan
sarjana tiga tahun tambah dua tahun menjadi sistem strata-1, strata-2, dan
strata-3. Hingga saat ini, kebijakan ini masih berlaku.
Konsep "kurikulum
merdeka" dan "kampus merdeka" merupakan bagian dari gagasan ini.
Mahasiswa seharusnya memiliki kebebasan sejati dalam menentukan arah pendidikan
mereka. Dalam konteks ini, mereka yang memiliki kemampuan dan minat dalam
menulis dapat tetap memilih untuk menulis skripsi, sementara mereka yang tidak
memiliki kemampuan yang sama diberikan opsi untuk menggantinya dengan project
work atau penilaian lain yang sesuai.
Prof. Gintings menyoroti
pentingnya mengakui keberagaman di kalangan mahasiswa. Setiap mahasiswa
memiliki latar belakang, minat, dan kemampuan yang berbeda. Oleh karena itu,
tidak bijaksana untuk menyamakan semua mahasiswa dan memaksa mereka untuk
menulis skripsi. Pendekatan yang lebih bijak adalah memberikan mereka kebebasan
untuk memilih sesuai dengan kemampuan dan minat mereka.
Tidak dapat disangkal
bahwa kemampuan menulis akademis di Indonesia masih memiliki banyak tantangan.
Banyak akademisi, bahkan yang memiliki gelar tinggi, menghadapi kesulitan dalam
menulis. Dalam konteks ini, Prof. Gintings menanyakan mengapa mahasiswa harus
dipaksa untuk menulis skripsi jika bahkan sebagian besar dosen mengalami
kesulitan serupa?
Kesimpulannya,
pernyataan "Skripsi Tidak Wajib Lagi" perlu dipahami sebagai upaya
untuk memberikan kebebasan kepada mahasiswa dalam mengejar pendidikan tinggi
mereka. Ini adalah langkah menuju pendekatan pendidikan yang lebih inklusif dan
adaptif terhadap keberagaman kemampuan dan minat mahasiswa. Dalam dunia yang
terus berubah, fleksibilitas ini mungkin akan menjadi kunci untuk mencetak
lulusan yang lebih siap menghadapi tantangan dunia nyata.
Untuk lebih
lengkapnya, silahkan klik tautan video podcastnya berikut ini:
0 Komentar