Breaking News

Gambaran AI tentang Kateman: Cermin Harapan Masyarakat Sungai Guntung | Sulaima

INDRAGIRI.com, OPINI - Mahasiswa IAI AR-RISALAH Inhil-Riau Fakultas Dakwah Prodi Komunikasi Penyiaran Islam, Ketua PMII Komisariat Persiapan IAI AR-RISALAH Inhil-Riau 2025–2026

Teknologi hari ini bukan hanya soal kecanggihan mesin atau algoritma, tapi juga tentang bagaimana ia menyentuh perasaan dan membangkitkan harapan. Beberapa waktu terakhir, masyarakat Sungai Guntung—khususnya di Kateman—dikejutkan oleh beredarnya gambar-gambar buatan kecerdasan buatan (AI) di media sosial dan grup WhatsApp. 



Gambar-gambar ini menyajikan visualisasi masa depan kampung kita: jalan-jalan luas dengan lampu lalu lintas, pasar yang tertib dan bersih, taman hijau terbuka, tempat rekreasi keluarga, hingga parkir kendaraan yang teratur. Tak kalah menyentuh, terbayang pula jembatan penghubung antar wilayah seperti Tagaraja dan Air Tawar yang akan memudahkan mobilitas warga serta membuka simpul pertumbuhan ekonomi lokal.

Tentu saja semua itu tampak seperti mimpi indah. Tapi justru di situlah kekuatannya—karena mimpi adalah bentuk paling jujur dari harapan. Harapan akan kampung halaman yang lebih baik, tertib, manusiawi, dan penuh ruang untuk hidup layak. Visualisasi ini telah menyentuh hati banyak orang. Ia bukan sekadar hasil rekayasa digital, melainkan representasi dari kerinduan kolektif: ingin melihat perubahan yang nyata.

Namun kita pun sadar bahwa realita tidak sesederhana gambar. Rentang wilayah Kateman yang luas, terbatasnya Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta defisit anggaran menjadi alasan klasik yang terus diputar ulang sebagai hambatan pembangunan. Tapi apakah kita akan terus menyerah pada alasan? Apakah kita akan terus menunggu perubahan dari arah yang tak pasti?

Inilah waktunya untuk berpikir dan bertindak. Kita harus mengubah harapan menjadi gerakan, dan gerakan menjadi perubahan.

Salah satu peluang nyata yang bisa kita dorong bersama adalah pemanfaatan program Corporate Social Responsibility (CSR) dari berbagai pihak baik perusahaan besar, menengah, kecil, maupun BUMN yang beroperasi di wilayah kita. CSR bukan sekadar jargon tanggung jawab sosial, melainkan bisa menjadi motor pembiayaan alternatif untuk membangun fasilitas publik, memperbaiki infrastruktur, serta menciptakan ruang-ruang hidup yang layak.

Keberhasilan pengelolaan CSR ini bukan isapan jempol. Berdasarkan laporan media dan studi kasus dari beberapa daerah di Indonesia, CSR terbukti mampu mengakselerasi pembangunan lokal. Di Kabupaten Bojonegoro, misalnya, sektor migas lewat CSR telah membiayai pembangunan jalan, jembatan, dan fasilitas pendidikan (Kompas, 2017). 

Kota Surabaya menggunakan CSR untuk membangun taman kota, ruang publik, dan layanan kesehatan (Radar Surabaya, 2020). Bahkan di Kabupaten Siak (Riau), CSR dari perusahaan perkebunan dimanfaatkan untuk membangun sarana olahraga dan rumah ibadah (Tribun Pekanbaru, 2022). Artinya, jika dikelola dengan transparan dan bersinergi, CSR dapat menjadi salah satu jawaban nyata bagi kemajuan Kateman.

Ini bukan soal siapa yang salah di masa lalu. Ini tentang masa depan. Masa depan kampung kita. Masa depan anak-anak dan cucu kita. Kita tidak boleh terus menunggu. Saatnya menyingkirkan ego pribadi dan sektoral, lalu duduk bersama dengan niat tulus membangun tanah kelahiran kita. Pemerintah, tokoh masyarakat, pemuda, pelaku usaha, dan seluruh elemen warga—semua harus bergandeng tangan untuk satu tujuan bersama: Kateman yang lebih baik.

Saya yakin, banyak di antara kita yang sebenarnya siap berkontribusi. Mereka hanya menunggu dipanggil, menunggu digerakkan, dan menunggu momentum. Dan momentum itu adalah sekarang.

Jangan biarkan semangat masyarakat yang tergambar dalam visualisasi AI itu padam hanya karena lambatnya langkah kita. Mari jadikan gambar-gambar itu sebagai peta jalan kolektif: dari imajinasi digital menuju kenyataan bersama. Dari gambaran buatan menuju gerakan nyata.

Perubahan nyata dimulai dari kesadaran bersama. Jika kita mulai hari ini, maka generasi mendatang akan melihat Kateman bukan hanya sebagai tempat lahir—tetapi sebagai tanah harapan yang terus bertumbuh. (*)

0 Komentar

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close