Breaking News

ISAIS UIN Suska Riau dan AIPI Gelar FGD “Perempuan, Kekerasan, dan Masa Depan Kesetaraan

 


INDRAGIRI.com, Pekanbaru, 7 November 2025 — Institute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS) UIN Sultan Syarif Kasim Riau bekerja sama dengan Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Cabang Riau menggelar Bincang Diskursus Keberagaman (BIDUK) ke-5 dengan tema “Perempuan, Kekerasan, dan Masa Depan Kesetaraan: Eksplorasi Pengalaman Riau.”

Kegiatan yang berlangsung di Hotel Royal Asnof Pekanbaru ini dihadiri oleh 32 peserta dari kalangan organisasi masyarakat sipil (CSO), Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perlindungan Perempuan dan Anak, lembaga keagamaan, aktivis disabilitas, dan mahasiswa dari berbagai universitas di Riau.

FGD ini menghadirkan Dr. Maria Ulfah Anshor, M.Si., Ketua Komnas Perempuan Republik Indonesia, sebagai pemantik utama, dengan Dr. Bambang Hermanto (Direktur ISAIS UIN Suska Riau) memberikan sambutan pembuka, dan Moh. Ansor dari ISAIS bertindak sebagai moderator.

Isu Kekerasan dan Ketidaksetaraan di Riau

Dalam paparannya, Dr. Maria Ulfah Anshor menyoroti masih banyaknya bentuk kekerasan terhadap perempuan di berbagai daerah, termasuk Riau. Ia menegaskan bahwa negara harus hadir dalam menangani dampak sosial dan psikologis akibat pembangunan nasional yang kerap mengabaikan hak masyarakat adat dan perempuan.

“Masih ada proyek-proyek strategis nasional yang menggusur warga, terutama perempuan adat, dari sumber kehidupannya. Ini adalah bentuk kekerasan struktural yang harus diakhiri,” ujar Maria Ulfah.

Diskusi juga menyoroti isu-isu mendesak seperti kekerasan berbasis gender online (KBGO), pernikahan anak, poligami dan penelantaran perempuan, serta kekerasan terhadap perempuan penyandang disabilitas yang masih belum mendapatkan perlindungan optimal.

Perwakilan dari UPT Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Riau menuturkan bahwa banyak korban kekerasan yang mengalami trauma mendalam dan kesulitan mengakses bantuan hukum karena terbatasnya rumah aman serta sumber daya pendamping.

Spektrum Isu Luas: Dari Agama Minoritas hingga Politik Perempuan

Beberapa peserta dari komunitas minoritas seperti Ahmadiyah dan Baha’i turut membagikan pengalaman diskriminasi dalam beribadah dan pendidikan. Sementara itu, aktivis lingkungan dari WALHI Riau mengangkat persoalan konflik agraria dan dampaknya terhadap perempuan pesisir dan adat akibat proyek pembangunan yang tidak berkeadilan.

Isu representasi politik perempuan juga menjadi sorotan. Peserta dari lembaga perempuan Riau menyoroti rendahnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif daerah — hanya sekitar 9 dari 65 anggota DPRD Provinsi Riau periode 2024–2029 yang berjenis kelamin perempuan.

“Keterwakilan perempuan bukan sekadar memenuhi kuota 30 persen, tetapi menyangkut kebijakan yang berpihak pada perempuan dan kelompok rentan,” ujar salah satu peserta dari Forum Perempuan Melayu Riau.

Dalam sesi kelompok, peserta dibagi dalam beberapa kluster isu, antara lain:

• Kekerasan berbasis gender dan online (KBGO)

• Kekerasan rumah tangga dan anak (KtPA)

• Isu lingkungan dan proyek strategis nasional (PSN)

• Kesehatan reproduksi

• Politik dan partisipasi perempuan

• Hak-hak penyandang disabilitas

Dari hasil diskusi kelompok, disepakati pentingnya sinergi antara pemerintah, lembaga masyarakat, dan akademisi dalam membangun sistem perlindungan yang inklusif, memperkuat regulasi daerah tentang perlindungan perempuan penyandang disabilitas, serta mendorong sosialisasi masif UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Direktur ISAIS, Dr. Bambang Hermanto, dalam penutupannya menyatakan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari upaya memperkuat riset dan advokasi berbasis keberagaman.

“ISAIS terus berkomitmen menjadi ruang dialog yang menghubungkan suara kampus, masyarakat, dan pembuat kebijakan. Dari Riau, kita ingin membangun tata kelola keberagaman yang berkeadilan bagi semua,” ungkapnya.

FGD BIDUK ke-5 ini menegaskan pentingnya pendekatan ekofeminis, keadilan sosial, dan penguatan kelembagaan perempuan dalam mewujudkan masa depan kesetaraan di Riau. Diskusi yang berlangsung interaktif ini juga menjadi ruang pembelajaran bersama untuk memperkuat komitmen terhadap hak-hak perempuan, kelompok minoritas, dan penyandang disabilitas di wilayah Riau.


0 Komentar

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close