INDRAGIRI.com, OPINI - Fitnah adalah malapetaka yang telah hadir sejak awal sejarah manusia. Ia muncul dari pergulatan batin dan sosial yang tak pernah usai. Sejak godaan pertama menyentuh nurani Nabi Adam, fitnah tumbuh menjadi arus deras yang menjerat peradaban dari zaman ke zaman.
Fitnah bukan sekadar satu dosa tunggal. Ia adalah rangkaian maksiat yang saling menguatkan. Ia bermula dari kegelisahan hati yang tidak dijaga, menjelma menjadi kedengkian, berubah menjadi ucapan tanpa verifikasi, lalu berkembang menjadi kerusakan sosial yang sulit dipulihkan.
Secara terminologis, fitnah adalah segala bentuk tuduhan, informasi palsu, manipulasi persepsi, atau tindakan yang menyebabkan kekacauan pada akal, agama, kehormatan, dan tatanan sosial. Fitnah menggabungkan unsur dusta, ghibah, namimah, iri hati, dan perusakan kehormatan seseorang. Karena itu daya rusaknya berlipat ganda menghancurkan moral individu sekaligus struktur sosial.
Fitnah berawal dari hati yang keruh dan lidah yang tidak dijaga. Dari sana ia menjalar menjadi narasi yang memicu permusuhan dan mengikis kepercayaan antarsesama. Secara teologis, fitnah adalah ujian yang membakar jiwa; ia memisahkan antara kemurnian iman dan kegelapan hawa nafsu.
Racun yang Merusak Diri dan Masyarakat
Fitnah bekerja seperti racun yang meresap perlahan namun mematikan.
Pada diri pelaku, fitnah merusak integritas moral, menumpulkan nurani, dan menumbuhkan keberanian berbuat zalim. Ia menyeret pelaku ke dosa berantai dan menutup pintu hidayah, karena hati yang tercemar kebohongan sulit menerima cahaya kebenaran.
Pada masyarakat, fitnah menghancurkan kepercayaan, meretakkan persaudaraan, mengubah persepsi menjadi senjata, serta memicu konflik yang bisa membesar menjadi kekacauan sosial. Banyak komunitas hancur bukan karena serangan dari luar, tetapi karena fitnah yang merobek jaring persatuan dari dalam.
Fitnah bagaikan gurita yang merentangkan tentakel pengaruhnya ke segala arah. Ia meracuni percakapan, merusak relasi, dan meruntuhkan nilai kepercayaan yang menjadi fondasi keberadaban manusia. Ketika fitnah berkuasa, kebenaran kehilangan tempat, kehormatan mudah diinjak, dan keadilan terdistorsi oleh narasi palsu yang tampak seperti fakta.
Kerusakan Psikologis akibat Fitnah
Fitnah tidak hanya merusak tatanan sosial, tetapi juga memporakporandakan kesehatan psikologis individu baik korban langsung maupun mereka yang terseret dalam arusnya.
Fitnah dapat menimbulkan:
kecemasan berkepanjangan,
depresi laten,
ketegangan emosional,
rasa terisolasi,
hilangnya rasa aman batin.
Korban fitnah sering kehilangan pijakan psikologis. Harga diri merosot, kepercayaan diri melemah, dan muncul keraguan mendalam terhadap diri sendiri maupun orang lain.
Fitnah juga dapat memicu trauma interpersonal, overthinking, paranoia sosial, serta kecenderungan menarik diri dari lingkungan. Jika berlanjut, kondisi ini dapat berkembang menjadi gangguan psikologis serius, bahkan psikosomatik.
Dengan demikian, fitnah bukan hanya dosa sosial ia adalah serangan terhadap kesehatan mental.
Fitnah: Jebakan yang Menelan Pelakunya
Fitnah adalah ancaman yang diciptakan pelaku sendiri. Apa yang mula-mula ia niatkan untuk menjatuhkan orang lain, pada akhirnya kembali menghantam dirinya dengan dampak yang jauh lebih berat.
Setiap kata yang dipelintir, setiap tuduhan yang direkayasa, dan setiap narasi yang disebar tanpa kebenaran, semuanya akan berbalik menjadi racun batin yang menggerogoti jiwa pelaku.
Fitnah tidak pernah benar-benar menguntungkan siapa pun. Ia adalah jebakan yang menelan semua pihak: korban, masyarakat, dan akhirnya pelakunya sendiri.
Allāhu a‘lam biṣ-ṣhawāb.

0 Komentar